Dalam Kitab Suci, kita ketahui bahwa Petrus
merupakan tokoh yang kontroversial. Walaupun Petrus sering berperan protagonis
dalam kisah-kisah kemuridannya bersama Yesus, namun lebih melekat di ingatan
kita, peran antagonis dari Petrus, yaitu sikap Petrus yang menyangkal Yesus
sebanyak tiga kali. Namun demikian Petrus sesungguhnya adalah tokoh sentral
sekaligus juru bicara para murid dalam peristiwa-peristiwa penting. Petruslah
yang pertama kali mengimani bahwa Yesus adalah Mesias/Kristus (Mrk 8:29).
Petrus adalah saksi utama dalam peristiwa transfigurasi atau pemuliaan Yesus
(Mrk 9:2-3). Justru Yesus sendiri yang akan mendirikan/mempercayakan GerejaNya
berdiri di atas pundak Petrus sebagai ketua para rasul.
Nubuat Penyangkalan Petrus telah disampaikan Yesus
kepada para muridNya menjelang mereka tiba di Bukit Zaitun, setelah
merampungkan perjamuan terakhir mereka. Dalam Mrk 14:30-31 dijelaskan ; Lalu
kata Yesus kepadanya: “Aku berkata
kepadamu, sesungguhnya pada hari ini, malam ini juga, sebelum ayam berkokok dua
kali, engkau telah menyangkal Aku tiga kali”. Tetapi dengan lebih
bersungguh-sungguh Petrus berkata : “Sekalipun
aku harus mati bersama-sama Engkau, aku tak akan menyangkal Engkau”. Dengan
berkata demikian, Petrus ingin menunjukkan pendirian yang kuat untuk membela
Yesus, meski mati adalah taruhannya.
Pada kisah menjelang pengadilan Yesus, Petrus telah
mengalami pengadilan tersendiri di luar persidangan. Ternyata pendirian Petrus
yang rela mati sebelumnya terbantahkan, Petrus kalah dan terjadilah
penyangkalan. Ada tiga hal yang disangkal Petrus. Pertama, Petrus menyangkal kebersamaannya dengan Yesus. Petrus
tidak menyadari bahwa yang ditolaknya adalah identitas kebersamaannya sejak
dipanggil Yesus untuk “ikut Aku” sampai saat-saat
terakhirnya. Kedua, Petrus menyangkal
identitas sebagai “salah seorang dari
mereka ” yang merupakan sekelompok murid Yesus yang telah menerima
ajaran-ajaranNya. Ketiga, Petrus
menyangkal identitas sebagai “orang
Galilea” yang merupakan tempat asal Yesus (Mrk 1:9) yang mengartikan
kedekatannya hubungan antara Petrus dan Yesus.
Bisa jadi Petrus memilih sikap “terpaksa” untuk menyangkal Yesus demi menyelamatkan diri dari
permasalahan yang lebih rumit dan berat baginya. Atau menghindarkan diri dari ancaman
yang mematikannya. Mungkin itu hanyalah pembelaan atau pembenaran diri saja
bagi Petrus. Namun demikian setelah suara ayam berkokok untuk yang kedua
kalinya, Petrus tersadarkan dan menyesali penyangkalannya itu.
Kisah penyangkalan Petrus tidak berhenti pada kisah
di atas saja, ternyata terjadi juga penyangkalan “Petrus” di zaman kita
ini, mulai dari penyangkalan yang ringan sampai pada penyangkalan yang berat.
Bisa dicermati, bahwa ketika sedang mengikuti Misa Kudus kita masih sering tidak
fokus pada Misa Kudus itu sendiri, bahkan lebih tertarik pada sms di handphone
ataupun ngobrol dengan teman di sebelahnya, padahal di Altar kita sedang
mempersembahkan Kurban Suci Tubuh Kristus. Kita kurang membiasakan diri dekat
dengan Yesus dalam berdoa baik secara personal maupun bersama-sama sebagai
komunitas. Masih ditemuinya warga kita di lingkungan-lingkungan yang tidak
aktif berkumpul sebagai komunitas dan bahkan memilih untuk mengucilkan diri
sendiri. Dan yang terberat adalah kejadian dari beberapa warga kita yang
memilih untuk tidak beriman Katolik lagi alias menolak beriman kepada Yesus
Kristus hanya untuk alasan jabatan/kedudukan, jodoh, dan materi. Itulah “Petrus”
di zaman kita ini. Semoga setelah suara ayam berkokok untuk yang kedua kalinya,
“Petrus”
tersadarkan dan menyesali penyangkalannya seperti halnya Petrus aslinya.
Selamat Paskah !..........................................oleh : seno






0 comments:
Post a Comment